AkuratMaluku.com – Suasana politik dan sosial Indonesia yang tengah bergejolak belakangan ini mendorong para tokoh agama di Maluku bersatu menyampaikan pesan damai. Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kantor Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Sabtu (30/8/2025), para pemimpin lintas agama, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, Anggota DPD RI dan sejumlah pejabat keamanan menyerukan pentingnya menjaga persaudaraan, meredam provokasi, serta menolak segala bentuk kekerasan.
Pesan damai tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, Prof. Dr. Abdullah Latuapo. Hadir mendampingi, Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM Pendeta Elifas T Maspaitella, Uskup Diosis Amboina Mgr. Seno Ngutra, Ketua WALUBI Maluku Wilhelmus Jawerissa, serta perwakilan umat Hindu Maluku.
Selain para pemimpin agama, konferensi pers turut dihadiri Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, Kapolda Maluku Irjen Pol Prof. Dr. Dadang Hartanto, Pangdam XV/Pattimura Mayjen TNI Putranto Gatot Sri Handoyo, serta Anggota Komite I DPD RI, Bisri Assidiq Latuconsina.
Dalam pesan damainya, tokoh lintas agama mengajak masyarakat Maluku dan Indonesia untuk menumbuhkan komunikasi yang sehat, semangat persaudaraan, dan menghindari salah paham yang dapat memicu konflik.
“Kita tidak ingin ada lagi korban. Jangan biarkan salah sangka menjadi pemicu ketegangan yang berujung kekerasan, apalagi sampai mengoyakkan tenunan kebangsaan kita,” demikian isi pernyataan bersama yang dibacakan Prof. Latuapo.
Para tokoh agama juga menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online di Jakarta, serta seorang siswa SMK Negeri 3 Ambon yang menjadi korban kekerasan beberapa waktu lalu. Mereka menegaskan pentingnya menyalurkan aspirasi dengan cara yang santun melalui dialog antarlembaga dan antarpribadi, bukan lewat kekerasan.
“Demokrasi ini mahal. Kedaulatan adalah milik rakyat. Maka segala tindakan harus dilakukan dengan semangat persuasif dan penegakan hukum yang adil, transparan, dan memberi rasa aman bagi semua lapisan masyarakat,” lanjut pernyataan itu.
Ketua Sinode GPM Pendeta Elifas T Maspaitella menekankan, stabilitas di Maluku menjadi bagian penting dari stabilitas nasional. Ia mengingatkan, pengalaman pahit konflik di masa lalu harus menjadi pelajaran berharga.
“Kita sudah belajar bahwa hal-hal seperti ini bisa memperkeruh suasana kebersamaan, bahkan menghambat pembangunan. Karena itu penting sekali perdamaian. Pesan ini kami sampaikan agar seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan pemuda, dapat bersama-sama membingkai suasana damai di Maluku,” ujar Elifas.
Senada dengan itu, Senator Maluku Bisri Assidiq Latuconsina mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh situasi politik nasional. Ia menyinggung pengalaman kerusuhan 1998 di Jakarta yang merembet ke Maluku pada 1999.
“Kita tidak boleh jatuh di lubang yang sama untuk kedua kali. Tugas kita hari ini adalah membangun Maluku, membantu pemerintah daerah menciptakan kesejahteraan. Perang kita adalah melawan kemiskinan dan ketidakadilan, bukan konflik komunal,” tegas Latuconsina.
Ia juga mengajak organisasi kepemudaan di Maluku untuk menahan diri. Menurutnya, kepentingan menjaga Maluku tetap damai jauh lebih besar daripada terjebak provokasi politik nasional.
Seruan damai yang berangkat dari Ambon ini diharapkan menjadi pesan kuat bagi seluruh bangsa. Tokoh agama, pejabat daerah, dan senator Maluku menegaskan bahwa Maluku yang pernah mengalami luka mendalam akibat konflik komunal kini memilih jalan damai.
“Budaya Maluku yang luhur mengajarkan cinta kasih. Dari bumi raja-raja ini, kita menyerukan perdamaian demi Indonesia,” tutup pernyataan bersama para tokoh.(***)