Menu

Mode Gelap
Sambangi BWS Maluku, Ini Yang Dibahas Nono Sampono Eksekusi Ekonomi PT SIM: Kebijakan Asri Arman Bupati SBB, Picu Aksi Palang Jalan Nono Sampono Dorong Peningkatan Status PPN Ambon Status Bencana Harus Segera Dinaikkan Lawan Berat Menanti Garuda di Jeddah Nono Sampono: Musrenbang Maluku Selaras Visi Indonesia Emas

EKONOMI

Nono Sampono Dorong Peningkatan Status PPN Ambon

badge-check


Letjen TNI (Purn) Nono Sampono rapat bersama Kepala PPN Ambon dan jajaran di Ruang Kepala PPN Ambon, Jumat 25 Juli 2025 Perbesar

Letjen TNI (Purn) Nono Sampono rapat bersama Kepala PPN Ambon dan jajaran di Ruang Kepala PPN Ambon, Jumat 25 Juli 2025

AkuratMaluku. Com – Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Letjen TNI (Purn) Nono Sampono, mendorong peningkatan status Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon dari pelabuhan tipe B menjadi Pelabuhan Perikanan Samudra. Dorongan ini disampaikan usai kunjungan resesnya ke Maluku, saat menyambangi PPN Tantui, Ambon, yang merupakan pelabuhan perikanan utama di kawasan timur Indonesia, Jumat (25/7/25)

Dalam kunjungannya, Nono Sampono disambut langsung oleh Kepala PPN Ambon bersama jajaran, dan menggelar pertemuan untuk mendengarkan langsung berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan.

Menurut Nono, meskipun secara geografis PPN Ambon berada di titik strategis yang mengakses tiga wilayah penangkapan utama yakni Papua, Maluku Utara, dan Maluku pelabuhan ini belum mampu menjalankan fungsi strategisnya secara optimal karena statusnya masih sebagai pelabuhan tipe B.

“Pelabuhan ini belum mampu menjalankan fungsi strategisnya karena statusnya belum ditingkatkan. Akibatnya, hasil tangkapan dari tiga wilayah penangkapan besar itu harus dibawa ke pelabuhan lain seperti Bitung dan Kendari, padahal seharusnya bisa ditampung di Maluku,” ujar Nono Sampono.

Ia juga mengungkap adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menambah kompleksitas pengelolaan pelabuhan. Untuk kapal di bawah 30 GT (gross tonnage), kewenangan berada di pemerintah daerah, sementara kapal di atas 30 GT menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selain itu, kebijakan transfer hasil tangkapan ikan di tengah laut juga menjadi sorotan.

“Transfer ikan di laut lepas untuk kapal 30 GT hanya melapor secara administratif, tanpa pengawasan fisik dari pelabuhan. Ini berbahaya karena bisa membuka ruang pelanggaran dan overfishing. Data hasil tangkapan tidak masuk ke pelabuhan, sehingga kita kehilangan kontrol terhadap sumber daya perikanan kita sendiri,” tegasnya.

Kondisi tersebut, Lanjut Senator Maluku ini, membuat pelabuhan kehilangan fungsi kontrol terhadap jumlah tangkapan dan keberlanjutan sumber daya ikan. Hal ini diperparah oleh perilaku sebagian nelayan tradisional yang tidak melaporkan hasil tangkapan mereka ke pelabuhan, sehingga data stok ikan menjadi tidak akurat.

“Kalau datanya tidak masuk, bagaimana kita bisa tahu wilayah mana yang sudah overfishing dan mana yang masih aman untuk ditangkap?” katanya.

Sebagai solusi berbasis budaya, Nono menilai bahwa penguatan tradisi lokal seperti Sasi dapat menjadi langkah konkret menjaga keberlanjutan perikanan. Sasi merupakan kearifan lokal yang mengatur larangan menangkap ikan di wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk memberikan kesempatan regenerasi sumber daya laut.

“Contohnya di Maluku Tenggara, program Sasi masih berjalan baik dan memberi hasil nyata dalam menjaga siklus reproduksi ikan. Ini warisan leluhur yang sangat relevan dengan tantangan kita saat ini,” jelasnya.

Dalam konteks pembangunan jangka panjang, Nono menyebut program Lumbung Ikan Nasional (LIN) sebagai solusi untuk memperkuat sektor perikanan di Maluku. Ia berharap program ini dapat mewujudkan berdirinya Pelabuhan Perikanan Samudra di Ambon sebagai pusat logistik, distribusi, dan industri perikanan nasional.

“Ini bukan hanya soal pelabuhan. Ini tentang bagaimana Maluku mendapatkan hak kelautannya secara adil dan proporsional,” tegasnya.

Dengan peningkatan status pelabuhan, daerah akan memperoleh dampak ekonomi yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah dari pajak, hingga terbangunnya rantai nilai industri perikanan yang lebih efisien dan berdaya saing.

Lebih jauh, Nono Sampono kembali menegaskan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan. Menurutnya, regulasi ini akan menjadi landasan kuat untuk memperkuat pengelolaan kelautan bagi delapan provinsi kepulauan di Indonesia, termasuk Maluku.

Namun demikian, proses pengesahan RUU ini masih menemui jalan terjal. Dari tujuh kementerian yang ditunjuk Presiden untuk membahas bersama DPD dan DPR, empat kementerian Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Keuangan dinilai masih menunjukkan resistensi.

“Empat kementerian ini menjadi penghambat utama. Tapi kami di DPD, dan saya kira DPR juga, akan terus memperjuangkan agar UU ini segera disahkan. Sekarang sudah masuk ke periode kelima dan tetap masuk dalam prioritas legislasi nasional,” ungkapnya.

Menutup keterangannya, Nono Sampono menekankan pentingnya kesiapan Indonesia dalam memanfaatkan pasar global, terutama untuk komoditas ikan hidup. Menurutnya, negara-negara tujuan ekspor semakin menginginkan ikan dalam kondisi hidup atau sangat segar, karena nilai ekonominya jauh lebih tinggi.

“Kalau kita bisa memfasilitasi pengangkutan ikan hidup, baik dengan pesawat badan lebar atau kontainer berisi akuarium khusus, maka nilai tambah kita akan berlipat ganda. Itu yang harus kita siapkan sejak sekarang,” pungkasnya.(***)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

PLN MMU Hadir Dukung Wilayah Strategis Nasional

25 Juli 2025 - 12:59 WIT

Nuklir Jawaban Listrik Indonesia Timur Termasuk Maluku

25 Juli 2025 - 08:05 WIT

Petugas PLN UP3 Ambon Terobos Lumpur Demi Listrik

23 Juli 2025 - 09:53 WIT

Transisi Energi Inklusif Kawasan Timur

19 Juli 2025 - 14:04 WIT

PLN Komitmen Wujudkan PJU Transparan

18 Juli 2025 - 21:41 WIT

Trending di EKONOMI