AkutatMaluku.Com – Kunjungan kerja Letjen TNI (Purn) Nono Sampono di Provinsi Maluku tak hanya menyentuh sektor kelautan dan perikanan dan sejumlah instansi terkait lainnya. Pada Jumat (25/7/2025), Anggota Komite II DPD RI itu juga melakukan pertemuan penting dengan jajaran Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku guna menyerap aspirasi dan mengurai berbagai persoalan infrastruktur strategis yang menghambat pembangunan daerah.
Salah satu isu krusial yang dibahas adalah permintaan percepatan pembangunan jembatan penghubung antarwilayah di Maluku. Menurut Nono, konektivitas antar daerah di provinsi kepulauan seperti Maluku sangat bergantung pada infrastruktur jembatan yang representatif. Banyak wilayah yang hingga kini masih terisolasi karena tidak adanya akses jembatan, meski jalan darat sudah tersedia.
“Jalan tanpa jembatan tidak ada artinya. Beberapa kepala daerah bahkan secara khusus menitipkan permintaan agar jembatan menjadi prioritas. Kalau perlu berjalan kaki, asalkan ada jembatan, masyarakat tetap bisa menyeberang dan kegiatan ekonomi bisa berjalan,” Ujar Nono kepada AkuratMaluku.com, Minggu (27/7/25).
Namun, isu pembangunan infrastruktur bukan semata soal konektivitas. Nono juga menyoroti langsung masalah yang lebih fundamental dan berdampak luas: ketahanan pangan di Maluku yang masih mengalami defisit. Ia menyebut bahwa banyak lahan persawahan di Maluku belum mampu menghasilkan hasil panen yang optimal akibat sistem irigasi yang rusak, terbatasnya penggunaan pupuk berkualitas, dan jenis bibit yang belum unggul.
“Saat ini, rata-rata hasil panen di sawah Maluku hanya 4 ton per hektar. Di Jawa, sudah bisa mencapai 7 sampai 8 ton. Artinya, ada banyak hal yang harus kita benahi, mulai dari sistem irigasi, bibit, hingga pola pemupukan. Kalau kita bisa tingkatkan ke 5 atau 6 ton saja per hektar, itu sudah pencapaian besar,” katanya.
Nono juga menyinggung kondisi ekosistem alam yang rusak sebagai salah satu penyebab terganggunya sistem irigasi, khususnya di wilayah Seram utara Maluku. “Hutan-hutan di bukit dan gunung telah habis. Dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga pada aliran air ke bawah. Irigasi menjadi rusak, lahan menjadi kering. Ini harus segera diatasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pembangunan bendungan menjadi langkah strategis dalam menopang program nasional ketahanan pangan. Namun, semua itu harus dibarengi dengan pembangunan infrastruktur pendukung lain seperti jaringan irigasi yang baik, serta kebijakan pertanian yang tepat sasaran.
“Daratan kita terbatas, karena itu kita tidak bisa memaksa membuka sawah di mana-mana. Harus efektif. Jangan ulangi kegagalan masa lalu seperti saat Orde Baru membuka lahan sawah di Kalimantan, yang ternyata tidak cocok karena tanah gambut dan tidak adanya gunung berapi. Tanah vulkanik seperti di Jawa jauh lebih subur,” jelasnya.
Tak lupa, Nono juga menyoroti persoalan besar lain yang berdampak terhadap ekonomi nasional: permainan harga beras impor. Ia mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa praktik ini berpotensi merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. “Pemerintah sekarang sudah putuskan hanya ada dua jenis beras: beras umum dan beras khusus. Ini langkah yang tepat untuk mencegah manipulasi harga,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut, Nono Sampono menyatakan komitmennya untuk terus memantau langsung persoalan-persoalan ini. Ia bahkan menyebut akan mendatangi Bulog guna memastikan stok dan distribusi beras berjalan semestinya. Setelah sebelumnya meninjau Pertamina, Nono menyebut bahwa BWS, Bulog, dan lembaga strategis lainnya akan terus menjadi perhatian dalam resesnya.
“Semua ini saling berkaitan. Jembatan, jalan, irigasi, pangan, dan distribusi. Kalau kita hanya benahi salah satunya, hasilnya tidak akan maksimal. Tapi jika semua bisa dikerjakan secara terpadu, saya percaya Maluku bisa keluar dari ketertinggalan,” tutupnya penuh keyakinan.(***)