AkuratMaluku.com – Hari Sabtu 7 Mei 2011, suasana di Aula Kampus Universitas Pattimura Ambon dipenuhi Civitas Akademika yang tengah memperingati Dies Natalis Unpatti.
Di podium, Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono, Kepala Basarnas, tengah menyampaikan orasi ilmiah.
Tiba- tiba mendapat panggilan telepon mendadak dari ajudan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono. Pesan singkat “Ada pesawat jatuh di Kaimana, Papua Barat, segera lakukan pencarian dan evakuasi”
Pesawat itu adalah Merpati Air Lines tipe MA-60 yang membawa 24 penumpang dan empat awak pesawat terdiri dari pilot, co-pilot dan dua pramugari.
Pesawat hilang kontak dan kemudian dipastikan jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat.
Presiden SBY, saat itu tengah memimpin KTT G-20 di Bali, memerintahkan agar dilaksanakan operasi pencarian dan penyelamatan digelar secepat mungkin.
Tanpa menunggu waktu, Pak Nono meninggalkan Ambon menggunakan pesawat Cassa-12 TNI AL langsung menuju Kaimana.
Sebelum lepas landas, Ia mengontak Kepala Kantor SAR Sorong, untuk segera mengerahkan personil dan peralatan ke lokasi.
Setibanya di Kaimana, Nono langsung pimpin rapat koordinasi darurat bersama Bupati, Dandim, Kapolres, dan seluruh unsur stakeholder serta relawan pendukung.
“Saya ambil alih komando penuh, operasi di laut maupun di darat, ” Kenang Nono Sampono, kepada Media ini, Senin (26/10/25).
“Fokus saya hanya satu, menemukan seluruh korba secepat mungkin,”tambah Nono Sampono.
Lokasi jatuhnya pesawat berada di laut dengan kondisi gelombang dan arus kuat serta visibilitas sangat rendah. Hari- hari awal menjadi ujian berat, arus ganas dan cuaca berubah sangat cepat, namun operasi terus dilanjutkan.Dengan ikut bergabung beberapa penyelam dari Raja Ampat, turut dikerahkan membantu tim SAR dalam pencarian khususnya di kedalaman laut.
Ada hal yang menarik, terjadi saat para penyelam yang biasanya memandu turis menyelam. Pada saat mereka menemukan mayat korban, karena belum pernah mengangkat mayat terutama yang kondisi jasadnya sudah tidak utuh. Mereka takut dan menghindar langsung naik ke permukaan. Namun setelah diberikan arahan-arahan dan proses adaptasi dengan kondisi yang ada akhirnya operasi bisa dilaksanakan.
Situasi ini menuntut keteguhan komando Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono memerintahkan penambahan kekuatan dari Jakarta yaitu, Deputi Operasi, Direktur Komunikasi dan beberapa personil lengkap dengan peralatan selam yang lebih lengkap.
Dukungan juga datang dari TNI AL yang mengerahkan Kapal Perang KRI untuk memperluas radius pencaharian.
Meski tekanan publik dan cuaca ekstrim terus menghadang, Nono tetap berada di garis depan sepanjang hari mulai pagi, siang, sore bahkan sampai malam hari. Setiap perkembangan Ia selalu laporkan langsung ke Presiden SBY melalui ajudan beliau.
Setelah enam hari operasi pencarian tanpa henti akhirnya operasi berhasil menemukan 22 korban penumpang dan dua pramugari.
Sempat dua hari operasi di hari ketujuh dan kedelapan tidak menemukan satupun korban.
Namun, dihari ke sembilan akhirnya, para penyelam dapat menemukan pilot dan co-pilot yang masih duduk di kursi pesawat, sementara dua korban lainnya juga ditemukan tiga setengah mil dari lokasi pesawat jatuh.
“Alhamdulillah di hari kesembilan, tim penyelam dapat menemukan kokpit pesawat MA-60 di kedalaman laut sekitar pesawat tersebut jatuh,”kata Nono.
Dengan penemuan itu, akhirnya seluruh korban berhasil diketemukan, menandai operasi pencarian evakuasi korban pesawat yang jatuh dilaut sukses karena bisa berhasil menemukan setatus persen korban.
Seluruh jenazah dievakuasi ke Sorong, selanjutnya diserahkan kepada keluarga korban masing masing.
Ditengah situasi yang menegangkan kala itu, Nono Sampono masih sempat terbang ke Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah untuk memenuhi janji memberikan kuliah umum di kampus C Universitas Darussalam Ambon. Lalu kembali hari itu juga ke Kaimana untuk memimpin penyelaman berikutnya.
Langkah itu menunjukan disiplin, dedikasi dan keseimbangan antara tugas kemanusiaan dan komitmen akademik.
“Alhamdulillah saya masih bisa melaksanakan tugas negara dan sekaligus tanggungjawab moral. Dua duanya bagian dari pengabdian, “Ucapnya.
Setelah 9 hari operasi tepatnya di hari ke 10, Nono Sampono menyatakan misi pencarian dan evakuasi dinyatakan selesai.
Dengan kesuksesan operasi itu, Presiden SBY menyampaikan apresiasi atas keberhasilan satuan tugas SAR yang dipimpin langsung oleh Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono, selaku Kepala Basarnas.
Operasi itu kemudian tercatat pada sejarah operasi SAR di laut yang berhasil menemukan korban kecelakaan pesawat yang jatuh di laut bisa menemukan seratus persen korban walaupun dalam keadaan sudah meninggal. Operasi itu kemudian sebagai contoh ideal koordinasi lintas instansi dan kepemimpinan tanggap darurat antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia.
Bagi banyak pihak, tragedi itu bukan hanya kisah duka, melainkan juga testimoni tentang ketegasan, empati dan ketangguhan seorang pemimpin
Kini bertahun-tahun setelah peristiwa itu, kisah sukses operasi pencarian dan evakuasi terhadap 28 korban tercatat sebagai simbol kemanusiaan, profesionalisme penyelamat sesama anak bangsa.
Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono membuktikan di tengah badai arus, gelombang dan perairan yang keruh, komando yang tenang dan hati yang tulus dapat menembus gelombang maut.(*)
AkuratMaluku.com – Hari Sabtu 7 Mei 2011, suasana di Aula Kampus Universitas Pattimura Ambon dipenuhi Civitas Akademika yang tengah memperingati Dies Natalis Unpatti.
Di podium, Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono, Kepala Basarnas, tengah menyampaikan orasi ilmiah.
Tiba- tiba mendapat panggilan telepon mendadak dari ajudan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono. Pesan singkat “Ada pesawat jatuh di Kaimana, Papua Barat, segera lakukan pencarian dan evakuasi”
Pesawat itu adalah Merpati Air Lines tipe MA-60 yang membawa 24 penumpang dan empat awak pesawat terdiri dari pilot, co-pilot dan dua pramugari.
Pesawat hilang kontak dan kemudian dipastikan jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat.
Presiden SBY, saat itu tengah memimpin KTT G-20 di Bali, memerintahkan agar dilaksanakan operasi pencarian dan penyelamatan digelar secepat mungkin.
Tanpa menunggu waktu, Pak Nono meninggalkan Ambon menggunakan pesawat Cassa-12 TNI AL langsung menuju Kaimana.
Sebelum lepas landas, Ia mengontak Kepala Kantor SAR Sorong, untuk segera mengerahkan personil dan peralatan ke lokasi.
Setibanya di Kaimana, Nono langsung pimpin rapat koordinasi darurat bersama Bupati, Dandim, Kapolres, dan seluruh unsur stakeholder serta relawan pendukung.
“Saya ambil alih komando penuh, operasi di laut maupun di darat, ” Kenang Nono Sampono, kepada Media ini, Senin (26/10/25).
“Fokus saya hanya satu, menemukan seluruh korba secepat mungkin,”tambah Nono Sampono.
Lokasi jatuhnya pesawat berada di laut dengan kondisi gelombang dan arus kuat serta visibilitas sangat rendah. Hari- hari awal menjadi ujian berat, arus ganas dan cuaca berubah sangat cepat, namun operasi terus dilanjutkan.Dengan ikut bergabung beberapa penyelam dari Raja Ampat, turut dikerahkan membantu tim SAR dalam pencarian khususnya di kedalaman laut.
Ada hal yang menarik, terjadi saat para penyelam yang biasanya memandu turis menyelam. Pada saat mereka menemukan mayat korban, karena belum pernah mengangkat mayat terutama yang kondisi jasadnya sudah tidak utuh. Mereka takut dan menghindar langsung naik ke permukaan. Namun setelah diberikan arahan-arahan dan proses adaptasi dengan kondisi yang ada akhirnya operasi bisa dilaksanakan.
Situasi ini menuntut keteguhan komando Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono memerintahkan penambahan kekuatan dari Jakarta yaitu, Deputi Operasi, Direktur Komunikasi dan beberapa personil lengkap dengan peralatan selam yang lebih lengkap.
Dukungan juga datang dari TNI AL yang mengerahkan Kapal Perang KRI untuk memperluas radius pencaharian.
Meski tekanan publik dan cuaca ekstrim terus menghadang, Nono tetap berada di garis depan sepanjang hari mulai pagi, siang, sore bahkan sampai malam hari. Setiap perkembangan Ia selalu laporkan langsung ke Presiden SBY melalui ajudan beliau.
Setelah enam hari operasi pencarian tanpa henti akhirnya operasi berhasil menemukan 22 korban penumpang dan dua pramugari.
Sempat dua hari operasi di hari ketujuh dan kedelapan tidak menemukan satupun korban.
Namun, dihari ke sembilan akhirnya, para penyelam dapat menemukan pilot dan co-pilot yang masih duduk di kursi pesawat, sementara dua korban lainnya juga ditemukan tiga setengah mil dari lokasi pesawat jatuh.
“Alhamdulillah di hari kesembilan, tim penyelam dapat menemukan kokpit pesawat MA-60 di kedalaman laut sekitar pesawat tersebut jatuh,”kata Nono.
Dengan penemuan itu, akhirnya seluruh korban berhasil diketemukan, menandai operasi pencarian evakuasi korban pesawat yang jatuh dilaut sukses karena bisa berhasil menemukan setatus persen korban.
Seluruh jenazah dievakuasi ke Sorong, selanjutnya diserahkan kepada keluarga korban masing masing.
Ditengah situasi yang menegangkan kala itu, Nono Sampono masih sempat terbang ke Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah untuk memenuhi janji memberikan kuliah umum di kampus C Universitas Darussalam Ambon. Lalu kembali hari itu juga ke Kaimana untuk memimpin penyelaman berikutnya.
Langkah itu menunjukan disiplin, dedikasi dan keseimbangan antara tugas kemanusiaan dan komitmen akademik.
“Alhamdulillah saya masih bisa melaksanakan tugas negara dan sekaligus tanggungjawab moral. Dua duanya bagian dari pengabdian, “Ucapnya.
Setelah 9 hari operasi tepatnya di hari ke 10, Nono Sampono menyatakan misi pencarian dan evakuasi dinyatakan selesai.
Dengan kesuksesan operasi itu, Presiden SBY menyampaikan apresiasi atas keberhasilan satuan tugas SAR yang dipimpin langsung oleh Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono, selaku Kepala Basarnas.
Operasi itu kemudian tercatat pada sejarah operasi SAR di laut yang berhasil menemukan korban kecelakaan pesawat yang jatuh di laut bisa menemukan seratus persen korban walaupun dalam keadaan sudah meninggal. Operasi itu kemudian sebagai contoh ideal koordinasi lintas instansi dan kepemimpinan tanggap darurat antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia.
Bagi banyak pihak, tragedi itu bukan hanya kisah duka, melainkan juga testimoni tentang ketegasan, empati dan ketangguhan seorang pemimpin
Kini bertahun-tahun setelah peristiwa itu, kisah sukses operasi pencarian dan evakuasi terhadap 28 korban tercatat sebagai simbol kemanusiaan, profesionalisme penyelamat sesama anak bangsa.
Letjen TNI (Marinir) Nono Sampono membuktikan di tengah badai arus, gelombang dan perairan yang keruh, komando yang tenang dan hati yang tulus dapat menembus gelombang maut.(*)






