AkuratMaluku.com – Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) Wilayah Maluku melalui ketuanya, Bansa Hadi Sella, mempertanyakan sejauh mana kiprah dan perjuangan Nono Sampono selama tiga periode di DPD RI terkait mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan. Kritik tersebut dinilai keliru dan sudah kadaluarsa oleh Staf Ahli Nono Sampono, Paman Nurlette.
Menurut Nurlette, perjuangan Nono Sampono bersama para senator Maluku dan daerah kepulauan lain sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, melalui lobi politik Nono kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, RUU yang sebelumnya bernama RUU Provinsi Kepulauan kemudian diubah menjadi RUU Daerah Kepulauan. Perubahan nomenklatur itu dimaksudkan agar tidak hanya mencakup delapan provinsi berciri kepulauan, tetapi juga kabupaten/kota lain yang memiliki karakter serupa.
“Dulu DPR RI memperjuangkan RUU Provinsi Kepulauan selama dua periode tetapi gagal. Baru setelah menjadi inisiasi DPD RI atas lobi Pak Nono Sampono sebagai pimpinan DPD kala itu, RUU ini bisa masuk Prolegnas Prioritas tiga periode berturut-turut,” jelas Nurlette dalam keterangan tertulis, Minggu (7/9/2025).
Ia menegaskan bahwa mempertanyakan kembali kiprah Nono Sampono dalam memperjuangkan RUU Daerah Kepulauan adalah pertanyaan daur ulang. Hal itu, kata dia, dipicu oleh beredarnya kembali video lama berjudul “30 Minutes with Senator Potensi Maritim Indonesia” yang menampilkan wawancara dengan Nono Sampono enam tahun lalu. “Video itu sudah lama, tapi karena diunggah ulang seolah jadi narasi baru. Padahal perjuangan RUU ini terus berjalan hingga hari ini,” ujarnya.
Nurlette mengurai bahwa kendala utama pengesahan RUU Daerah Kepulauan tidak terletak pada DPD RI. Sebagai lembaga, DPD hanya memiliki kewenangan mengusulkan dan memperjuangkan masuknya RUU ke dalam Prolegnas. Selanjutnya, proses legislasi berada di DPR RI, khususnya Badan Legislasi (Baleg), serta menunggu sikap pemerintah pusat. “Tahapan perjuangan DPD sudah selesai. Sekarang bola ada di DPR dan pemerintah. Tinggal menunggu political will dari pusat,” tegasnya.
Ia mengingatkan, pengambilan keputusan di DPD RI tidak pernah bersifat individual, melainkan kolektif kolegial. Karena itu, menurut dia, keliru bila GMPI Maluku mempertanyakan kiprah seorang Nono Sampono secara personal. “Seharusnya GMPI bertanya mengapa pemerintah pusat belum mengesahkan RUU Daerah Kepulauan, bukan malah menyudutkan senator yang sejak awal konsisten memperjuangkannya,” katanya.
Dalam sistem ketatanegaraan, lanjut Nurlette, posisi DPR dan DPD hanya sebatas menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan, sementara keputusan akhir tetap berada di tangan eksekutif. “Sehebat apapun perjuangan DPR dan DPD di Senayan, keputusan tetap berada di pemerintah. Karena itu, fokus sebaiknya diarahkan ke sana,” ungkapnya.
Nurlette juga menekankan pentingnya konsolidasi masyarakat Maluku dan seluruh daerah kepulauan untuk bersama-sama mendesak pemerintah pusat mengesahkan RUU tersebut. Sebab, RUU Daerah Kepulauan diyakini akan menjadi pintu masuk bagi pemerataan pembangunan, terutama melalui distribusi fiskal yang lebih adil antara wilayah barat dan timur Indonesia.
“Sekarang yang terpenting semua senator, legislator, kepala daerah, dan elemen masyarakat bersatu mendorong pemerintah pusat agar konsisten berpihak pada wilayah timur. Pengesahan RUU Daerah Kepulauan adalah jawaban atas ketimpangan pembangunan yang selama ini terjadi,” pungkas Nurlette.(***)






