AkuratMaluku.Com – Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Letjen TNI (Purn) Nono Sampono, menegaskan bahwa pemanfaatan energi nuklir merupakan solusi strategis untuk mengatasi ketimpangan kelistrikan di wilayah Indonesia Timur, Termasuk di Maluku.
Pernyataan ini disampaikan Nono Sampono saat melakukan agenda reses di Provinsi Maluku, di mana salah satu agendanya adalah menemui jajaran Manajemen PLN Unit Induk Wilayah Maluku-Maluku Utara pada Senin (21/7/25).
Pertemuan tersebut difokuskan pada pembahasan kondisi kelistrikan yang masih belum stabil dan belum merata, terutama di wilayah kepulauan yang sulit dijangkau jaringan listrik konvensional.
Dalam dialog tersebut, Nono mengungkapkan bahwa sejak menjabat sebagai pimpinan DPD RI pada dua periode sebelumnya, ia telah aktif menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pihak Rusia dalam rangka mendorong pemanfaatan energi nuklir untuk kepentingan nasional, khususnya kelistrikan di wilayah timur Indonesia.

Foto bersama anggota komite II DPD RI Letjen TNI (Purn) Nono Sampono bersama jajaran Manajemen PLN UIW MMU.
“Saya sudah berkali-kali ke Rusia, menjajaki kerja sama agar kita bisa memanfaatkan potensi energi nuklir. Kita tidak bisa terus bergantung pada minyak bumi, karena dari total konsumsi, 60 persen lebih kita masih harus impor. Ini tidak efisien, dan harganya juga fluktuatif,” tegasnya Senator asal Maluku ini , Jumat (25/7/25).
Menurut Nono, energi nuklir adalah pilihan masa depan yang sangat realistis dan strategis. Tanpa pasokan listrik yang memadai dan stabil, pembangunan industri di kawasan timur Indonesia termasuk Maluku tidak akan pernah berjalan maksimal. Padahal, wilayah timur memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa besar.
“Industri hanya bisa berjalan kalau ada listrik. Ekonomi hanya bisa tumbuh kalau industrinya hidup. Kita punya tambang di Papua dan Maluku Utara, tapi smelternya ada di Jawa. Ikan ditangkap di Maluku, tapi diolah di tempat lain. Maluku tidak dapat nilai tambah,” ujarnya dengan nada serius.
Nono Sampono juga menyampaikan bahwa konsep besar yang ia tawarkan kepada pemerintah pusat adalah mengembangkan listrik berbasis nuklir di pulau-pulau besar wilayah barat, dan mendorong energi terbarukan serta floating nuclear power plant (PLTN terapung) untuk kawasan timur yang berciri kepulauan.
Saat ini, Rusia telah mengembangkan teknologi PLTN terapung berkapasitas antara 100 hingga 110 megawatt, yang dapat ditempatkan di wilayah-wilayah kepulauan seperti Halmahera, Seram, dan Flores. Teknologi ini menurutnya sangat ideal untuk menjawab tantangan geografis Indonesia Timur.
“Negara seperti Bangladesh sudah mulai membangun basis kelistrikan dengan nuklir. Myanmar pun begitu, dibantu oleh Cina. Kita sejak zaman Presiden Soekarno dan Prof. G.A. Siwabessy di tahun 1950-an sudah merancang nuklir untuk Indonesia, tapi belum pernah terealisasi secara konkret,” ungkap Nono.
Ia juga mengapresiasi pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Vladimir Putin yang salah satu poin pembahasannya adalah kerja sama dalam pengembangan energi nuklir.
“Saya pantau dua kali Presiden Prabowo bicara dengan Presiden Putin. Kalau ini berlanjut menjadi kesepakatan formal, maka ini bisa menjadi titik balik kemajuan Indonesia Timur. Saya optimistis kalau ini jalan, industri bisa tumbuh, ekonomi berkembang, dan rakyat di timur bisa sejahtera,” tegasnya.
Walau sejauh ini belum ada kesepakatan resmi, namun Nono menyebutkan bahwa langkah diplomatik sudah berada di jalur yang benar. Dirinya secara pribadi juga telah banyak berdiskusi dengan Wakil Presiden maupun pihak terkait, mendorong agar proyek strategis ini segera mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat.
Sebagai tokoh nasional asal Maluku yang konsisten memperjuangkan pembangunan kawasan timur Indonesia, Nono Sampono berharap bahwa pemanfaatan teknologi nuklir bukan hanya menjadi simbol kemajuan energi nasional, tetapi juga sebagai langkah konkret dalam membangun keadilan energi di seluruh pelosok Tanah Air, termasuk Maluku dan wilayah kepulauan lainnya.
Sementara itu, dihari Selasa (22/7/25) Nono juga melakukan lawatan resesnya ke Pertamina Wayame Ambon. Dalam Kunjungan itu, ada beberapa persoalan yang dibahas. Salah satu yang disoroti adalah persoalan kelangkaan minyak tanah yang kerap terjadi di Provinsi Maluku.
Menurutnya, kekurangan pasokan ini bukan semata-mata karena distribusi, melainkan karena perencanaan kebutuhan dari pemerintah pusat yang belum sepenuhnya mencerminkan realitas geografis dan kondisi transportasi daerah kepulauan seperti Maluku.
“Seringkali terjadi kelangkaan minyak tanah di Maluku karena kuota yang ditetapkan pusat hanya berdasarkan kebutuhan rumah tangga. Padahal, transportasi antar pulau juga masih banyak yang menggunakan minyak tanah. Jadi sebenarnya kebutuhannya lebih besar dari yang selama ini dihitung,” ujar Nono.
Nono menyebut, situasi ini cukup serius karena berdampak langsung pada mobilitas masyarakat dan distribusi logistik antarpulau. Ia menilai, pendekatan pusat yang belum memperhitungkan fungsi minyak tanah sebagai bahan bakar transportasi laut menyebabkan ketidaksesuaian pasokan dengan kebutuhan riil masyarakat Maluku.
Untuk mengatasi persoalan ini, Nono mengungkapkan bahwa pemerintah daerah bersama pihak terkait masih menunggu terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur penambahan kuota minyak tanah khusus untuk Maluku. Ia berharap agar Keppres tersebut segera diterbitkan sebagai solusi jangka menengah.
“Kita sedang tunggu Keppres agar ada penambahan stok secara nasional untuk Maluku. Jangan sampai masyarakat terus-menerus menghadapi kelangkaan karena perencanaan yang tidak akurat,” ujarnya.
Meski demikian, Nono memberi apresiasi terhadap peran Pertamina yang tetap siaga dalam menghadapi kondisi darurat di daerah-daerah yang rentan seperti Maluku. Menurutnya, Pertamina telah mengantisipasi kemungkinan krisis dengan mempertahankan stok minimum.
“Pertamina sendiri menyadari pentingnya kedaulatan energi, apalagi di masa darurat. Mereka sudah punya sistem cadangan. Memang sempat terjadi masa kritis, stok hanya cukup untuk 3 hari. Tapi rata-rata sekarang stok kita bisa bertahan 12 sampai 15 hari,” jelas Nono.
Nono menegaskan bahwa pembicaraan mengenai energi, transportasi, dan logistik tidak boleh lagi dibatasi pada rencana tahunan. Menurutnya, perlu ada pendekatan jangka menengah dan panjang agar pembangunan lebih terarah dan tidak reaktif terhadap krisis.
“Kita harus bicara lima tahun ke depan. Bukan hanya tahun ini. Ini penting agar sistem logistik dan energi di Maluku bisa stabil, apalagi kita adalah provinsi kepulauan yang unik dan kompleks,” pungkasnya.
Dengan adanya dorongan dari tokoh nasional seperti Nono Sampono serta dukungan berbagai pihak, diharapkan pemerintah pusat dapat segera menyesuaikan perhitungan kebutuhan energi di Maluku secara lebih adil dan akurat. Kelangkaan minyak tanah yang terjadi selama ini perlu ditangani melalui kebijakan afirmatif agar pembangunan daerah tidak terhambat oleh krisis pasokan energi dasar. (***)