AkuratMaluku.com – Suasana rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Selasa (5/8/2025), mendadak memanas. Anggota DPRD Maluku, Sukri Wailissa, melontarkan kritik keras kepada Gubernur Hendrik Lewerissa dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath, terkait wacana legalisasi minuman keras tradisional jenis sopi.
Dalam forum resmi yang membahas penyampaian dokumen Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2025–2029, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebut langkah tersebut sebagai kebijakan yang membahayakan masa depan Maluku.
“Terkait dengan melegalkan sopi, saya mau sampaikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur bahwa ini adalah pernyataan yang sangat keliru. Sopi adalah pemicu konflik di banyak daerah di Maluku. Ketika kita telusuri berbagai kerusuhan, selalu berawal dari miras. Jika sopi dilegalkan, maka rusaklah Maluku,” tegas Sukri lantang.
Lebih jauh, Sukri menyoroti Wakil Gubernur Abdullah Vanath yang menurutnya telah dua kali menyampaikan pernyataan kontroversial yang mencederai perasaan masyarakat. Ia menyebut, jika terjadi lagi, DPRD akan menggunakan hak interpelasi untuk meminta pertanggungjawaban resmi.
“Itu karakter yang tidak bagus, merusak apa yang disampaikan Pak Gubernur soal ‘Untuk Maluku pung baik’. Kalau ini diteruskan, maka akhlak generasi Maluku yang rusak. Kalau sampai tiga kali, kami akan ajukan hak interpelasi,” ancamnya.
Tak hanya aspek sosial, Sukri juga menyinggung nilai-nilai keagamaan yang menurutnya telah diabaikan jika sopi dilegalkan. Ia mengingatkan bahwa agama menjadi fondasi utama masyarakat Maluku, dan kebijakan seperti itu dapat mencederai prinsip-prinsip iman umat.
“Agama adalah segala-galanya. Firman dan hadis adalah ideologi kita. Jangan sampai pemerintah terkesan meremehkan agama. Kalau memang daerah-daerah produsen sopi ingin tetap produksi, kenapa tidak dialihkan ke produksi gula aren atau gula merah? Lebih bermanfaat dan tidak merusak,” tambahnya.
Sukri juga mengingatkan bahwa Maluku punya potensi besar untuk berkembang tanpa perlu bergantung pada produk destruktif. Ia mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada pengembangan sektor pertanian dan perikanan yang ramah lingkungan.
“Maluku ini dapur Indonesia. Lahan kita subur, iklim mendukung. Harusnya ini yang digarap, bukan memperdebatkan sopi yang justru merusak,” tegasnya.
Tak hanya itu, Sukri juga menyentil ketidakadilan dalam pelaksanaan proyek-proyek nasional di Maluku, termasuk soal kompensasi lahan, pajak reklamasi, hingga distribusi hasil tambang dan material.
“Di Kei Besar khususnya PT. Batulicin, satu meter lahan hanya dibayar Rp10 ribu, padahal di atasnya ada tanaman produktif. Pajak alat berat tidak dibayar, reklamasi pantai pun begitu, dan material 260 ribu ton diangkut tanpa pajak. Di mana letak keadilan bagi rakyat Maluku?” sorotnya tajam.
Di akhir penyampaian, Sukri meminta komitmen nyata dari Gubernur dan Wagub, bukan hanya narasi kosong semata.
“Kami ingin bukti, bukan janji. Maluku butuh langkah konkret, bukan hanya kata-kata,” pungkas Sukri.(***)






