AkuratMaluku.com – Rilis data terbaru HIV/AIDS oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dalam beberapa hari terakhir menuai sorotan tajam. Laporan itu mengungkap sebaran kasus HIV/AIDS di berbagai kecamatan, termasuk ibu hamil yang terinfeksi dan korban jiwa akibat penyakit ini.
Alih-alih memperkuat penanganan dan edukasi publik secara menyeluruh, penyampaian data justru dibarengi imbauan moral semata seperti ajakan “menghindari seks bebas dan pergaulan bebas”. Tidak ada pendekatan ilmiah, edukasi kesehatan masyarakat, ataupun jaminan perlindungan hak pasien yang menyertai penyampaian data tersebut.
Pernyataan itu mengundang kritik dari berbagai pihak, termasuk DPD KNPI Maluku. Fungsionaris KNPI, Jovandri Aditya Kalaimena, menilai narasi yang dibangun Dinkes SBB tidak hanya menyederhanakan masalah, tetapi juga berpotensi memperkuat stigma sosial yang melukai orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
“Keterbukaan informasi publik itu penting, tapi lebih penting lagi bagaimana negara menyampaikannya. Ini bukan soal angka semata, ini soal hak, martabat, dan keselamatan warga,” ujar Jovandri, Senin (4/8/25).
Ia menegaskan bahwa pendekatan yang hanya bersandar pada imbauan moral tanpa program konkret tidak akan menyelesaikan persoalan. “Kalau hanya menyampaikan angka lalu menyuruh masyarakat menjauhi seks bebas, itu menyederhanakan masalah. Di mana program ARV? Mana edukasi seksual berbasis sains? Mana layanan kesehatan yang ramah dan aman bagi ODHA?” tegasnya.
Lebih lanjut, Jovandri menyoroti penyebaran data yang terlalu rinci, termasuk penyebutan nama-nama desa tempat tinggal penderita HIV/AIDS. Ia menilai hal ini berpotensi melanggar hak kerahasiaan pasien dan bisa digugat secara hukum.
Beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar antara lain:
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik: Informasi kesehatan pribadi bersifat rahasia.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya.
UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran: Tenaga kesehatan wajib menjaga kerahasiaan data medis pasien.
“Jika terbukti, hal ini bisa dilaporkan ke Ombudsman RI, Komnas HAM, hingga lembaga profesi medis. Pemerintah tidak boleh menggunakan data untuk menakut-nakuti masyarakat,” tegas Jovandri.
Seruan: Negara Harus Hadir Edukatif dan Manusiawi
DPD KNPI Maluku menyerukan agar pemerintah daerah tidak hanya menyampaikan angka, tetapi juga hadir dengan solusi nyata, antara lain:
Akses luas terhadap pengobatan HIV/AIDS, terutama ketersediaan ARV.
Edukasi seksual berbasis sains, di sekolah dan komunitas.
Kampanye pencegahan tanpa stigma, dengan melibatkan tokoh agama dan adat.
Jaminan perlindungan dan kerahasiaan data ODHA.
“Pemerintah harus cerdas dan manusiawi. Edukasi bukan teror data. Jangan sampai data dijadikan alat menakut-nakuti, apalagi menyudutkan mereka yang seharusnya dilindungi,” tutupnya.(***)






