AkuratMaluku.com – Anggota DPD RI Letjen TNI (Purn) Nono Sampono menghadiri kegiatan Panen Raya di Desa Waihatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, Kamis (16/10/25). Dalam kesempatan itu, Nono menyampaikan sejumlah catatan penting terkait kondisi pertanian di wilayah tersebut yang menurutnya masih menghadapi berbagai keterbatasan, mulai dari sistem irigasi hingga ketersediaan alat dan infrastruktur penunjang.
Dalam peninjauannya, Nono mengapresiasi semangat para petani yang mampu memanfaatkan sumber air alami dari hutan sagu untuk mengairi sawah. Menurutnya, kualitas air di wilayah Waihatu sangat baik dan jernih, namun sistem irigasi yang digunakan masih bersifat tradisional dan belum memadai.
“Airnya bagus dan jernih, tapi irigasinya belum semi permanen. Akibatnya sering bocor dan tidak sampai ke tujuan. Ini harus segera diperbaiki agar produktivitas petani meningkat,” kata Nono di sela kegiatan panen raya tersebut.

Ia juga menyoroti kurangnya alat pertanian modern seperti traktor dan peralatan membajak, yang masih menjadi kendala utama petani dalam mengolah lahan. Selain itu, akses jalan menuju area persawahan juga disebutnya belum layak, sehingga menyulitkan petani dalam mengangkut hasil panen menuju tempat pengeringan atau pasar.
“Petani di sini masih kekurangan alat-alat dasar seperti cangkul dan traktor. Jalan ke lokasi sawah pun sangat sulit dilewati, jadi mereka harus menempuh jalur berat hanya untuk membawa hasil panen. Ini tentu memperlambat distribusi dan menurunkan efisiensi kerja,” ujarnya.
Selain persoalan infrastruktur, Nono juga menyoroti kebutuhan petani terhadap pestisida untuk mengatasi serangan hama, serta perlunya peningkatan kualitas bibit padi agar hasil produksi bisa lebih baik. Menurutnya, pupuk sudah relatif tersedia, namun bibit unggul masih terbatas.

“Pupuk sudah cukup, tapi bibit perlu ditingkatkan kualitasnya. Kalau ini bisa ditangani, kita bisa berharap hasil panen di Maluku bisa menyaingi daerah lain,” katanya.
Nono juga menilai, kawasan pertanian Waihatu memiliki potensi besar untuk mendukung rencana pembangunan Pelabuhan Terpadu di wilayah sekitar, yang nantinya bisa menjadi simpul logistik bagi hasil-hasil pertanian dan perikanan lokal.
“Lokasinya strategis, tidak jauh dari rencana Pelabuhan Terpadu. Kalau konektivitasnya dibangun, hasil panen di sini bisa langsung menjadi bagian dari rantai logistik nasional,” terangnya.
Lebih lanjut, Nono menyambut baik program pemerintah yang mendorong distribusi beras dalam kemasan lima kilogram oleh masyarakat dan pelaku UMKM. Program ini dinilainya mampu menjaga stabilitas harga di pasar dan melibatkan masyarakat secara langsung dalam rantai pasok pangan.
“Program 5 kilogram itu bagus. Dengan melibatkan masyarakat, distribusi bisa lebih merata dan harga beras bisa distabilkan. Apalagi sekarang harga di pasar sering tidak stabil dan merugikan masyarakat,” ujarnya.

Nono juga mengapresiasi keterlibatan TNI dan Polri dalam menjaga stabilitas harga serta mendukung ketersediaan pangan nasional. Namun, ia mengingatkan bahwa Maluku masih menghadapi defisit produksi beras karena hasil panen lokal belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara penuh.
“Kita masih defisit beras. Jadi selain padi, perlu juga ada inovasi dalam mengembangkan sumber pangan lain seperti sagu dan umbi-umbian. Tapi yang paling penting, kualitas hasil tani harus ditingkatkan,” tandasnya.
Sebagai perbandingan, ia menyebut produktivitas padi di Maluku masih berkisar 4 ton per hektare, jauh di bawah produktivitas di Pulau Jawa yang bisa mencapai 7–8 ton per hektare. Karena itu, ia mendorong adanya pendampingan teknologi dan pelatihan bagi petani agar mampu meningkatkan hasil panen tanpa bergantung pada lahan baru.
“Kalau di Jawa bisa 7–8 ton per hektare, kita juga bisa kejar itu. Asal ada dukungan teknologi, alat, dan akses pasar yang baik. Petani Maluku punya semangat luar biasa, tinggal pemerintah harus hadir lebih serius,” tegasnya.(*)






